RM
Pertama kali saya bertemu kamu pada hari di mana senja sedang menampakkan jingganya yang luar biasa. Saya mau foto tapi terlalu malas untuk turun, akhirnya gemerlapnya kota bisa saya abadikan pada malam harinya dengan kamu yang sibuk tertawa perkara saya yang takut gulita. Harusnya saya bilang ke kamu, kamu sedikit banyak terlalu jadi yang pertama. Dulu kamu terlalu rancu untuk saya tahu. Hampir 365 hari, kita menjadi.
Langit yang biru, laut yang membentang, karang yang tegak dengan guncangan
ombak, juga kamu yang berada di sisiku. Ternyata saya satu-satunya wanita yang
direalisasikan diajak ke pantai dalam hidupmu. Hujan yang datang dan pergi
dalam perjalanan kami, di sepanjang jalan yang berkabut, di belakang punggungmu
saya mengadu pada Tuhan, saya bilang “Saya mau menemani manusia ini, yang
sekarang dan seringnya menembus hujan bersama saya, sukseskanlah kami di atas
keraguan orang lain, sampai mimpinya Engkau wujudkan, dan doanya Engkau
kabulkan”
Tapi kamu kan seperti tulisan saya yang belum usai, tidak tahu akan
seperti apa jalan ceritanya nanti. Iya memang urusannya soal 'kita' di luar
skenario saya sebagai manusia yang segala sesuatunya tetap harus berdoa,
berusaha dan baiknya berprasangka. Tapi kamu ibarat umpama, tidak bisa
dijabarkan sebagaimana mestinya, tapi rupa-rupa dan perangaimu sedikit-banyak
saya tahu. Entah kamu cuma jadi masanya saya kesekian atau akhir yang sudah
ditetapkan. Manusia hanya bisa berencana kan.
Komentar
Posting Komentar